Pencapaian KPPIP Semester 1 2017

PENCAPAIAN KPPIP – SEMESTER 1 2017 (Januari – Juni 2017)

A. Dukungan Penyiapan Proyek

Outline Business Case (OBC) Pelabuhan Hub Internasional (PHI) Bitung

Salah satu bentuk dukungan KPPIP pada tahap penyiapan pengembangan Pelabuhan Hub Internasional Bitung adalah dengan mengoordinasikan dan memfasilitasi penyusunan OBC PHI Bitung. OBC PHI Bitung bertujuan untuk merumuskan sinkronisasi dan inte- grasi pembangunan PHI Bitung dengan pelabuhan ek- sisting di Bitung, KEK Bitung, dan Pulau Lembeh, serta memberikan rekomendasi pembangunan daerah, al- ternatif pola kelembagaan, dan skema pendanaan yang paling optimal.

KPPIP memberikan fasilitas untuk melakukan penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) pengadaan konsultan OBC dengan meminta masukan terhadap para pemangku kepentingan, khususnya Kementerian Perhubungan. Untuk memastikan terciptanya OBC dengan kualitas yang diterima pasar, penyusunan OBC PHI Bitung akan mengacu pada panduan standar kualitas OBC (OBC quality guideline) KPPIP, namun akan dilakukan penyesuaian yang mengacu pada Permen Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, jika hasil rekomendasi skema pendanaan untuk PHI Bitung terindikasi akan berbentuk Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Pada Bulan April 2017, KPPIP telah melakukan lelang untuk pengadaan konsultan penyusun OBC PHI Bitung dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 9,4 Miliar. Pengadaan jasa konsultan telah selesai pada bulan Mei 2017 dengan pemenang terpilih adalah konsorsium PT Mott MacDonald Indonesia, PT Deloitte Konsultan Indonesia, dan PT Hanafiah Ponggawa & Partners. Penyusunan OBC PHI Bitung oleh konsorsium konsultan ditargetkan akan selesai pada Desember 2017.

Masterplan Intermoda Pelabuhan Patimban

Dalam rangka memastikan rencana pembangunan Pelabuhan Patimban terintegrasi lintas sektor, KPPIP melakukan lelang dengan nilai sebesar Rp 5,3 milyar untuk penyusunan masterplan infrastruktur jalan raya dan jalan rel sebagai pendukung integrasi intermoda Pelabuhan Patimban.

Penyusunan masterplan ini akan menghasilkan rekomendasi integrasi rencana pembangunan infrastruktur intermoda meliputi, namun tidak terbatas pada, jalan nasional, tol dan rel dengan mempertimbangkan demand dan kemudahan akses menuju Pelabuhan Patimban serta sinergi dengan infrastruktur transportasi eksisting.

KPPIP telah melakukan konsultasi dalam menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan menerima masukan dari pemangku kepentingan meliputi Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan. Penyusunan masterplan ini dimulai pada Juni 2017 dan ditargetkan selesai pada Desember 2017.

B. Penetapan Skema Pendanaan Proyek

LRT Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi

Light Rail Transit (LRT) Jabodebek merupakan proyek perkeretaapian yang pembangunannya telah ditugaskan kepada PT Adhi Karya melalui ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi. Pada tanggal 3 Mei 2017, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015. Pengaturan-pengaturan terkait skema pembayaran atas pembangunan prasarana sesuai Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017 adalah sebagai berikut:

  1. Pembayaran atas pembangunan prasarana LRT dilakukan melalui anggaran Kementerian Perhubungan dan/atau melalui PT KAI.
  2. Jika pembayaran dilakukan melalui PT KAI, Pemerintah menugaskan PT KAI untuk menyelenggarakan pengoperasian, pemeliharaan, pengusahaan, dan pendanaan pengadaan prasarana.
  3. Untuk percepatan pemanfaatan hasil pembangunan prasarana, Pemerintah menugaskan PT KAI untuk menyelenggarakan sarana LRT Jabodebek dan menyelenggarakan sistem tiket otomatis.
  4. Untuk meningkatkan keterjangkauan tarif LRT Jabodebek, Pemerintah memberikan subsidi/ bantuan dalam bentuk Public Service Obligation (PSO).

Untuk mengidentifikasi skema pembayaran atas pembangunan prasarana yang paling ringan untuk fiskal Negara, maka KPPIP telah melakukan simulasi untuk menghitung beban fiskal dari masing-masing skema pengembalian, termasuk beban subsidi tiket yang perlu disediakan selama masa operasional. Skema pengembalian yang dimaksud mencakup:

  1. Pengembalian langsung sesuai capaian pembangunan prasarana dengan menggunakan (1) dana APBN langsung
    (2) dana pinjaman dari lembaga multilateral
    (3) dana pinjaman dari sindikasi perbankan dalam negeri
    (4) dana pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur
  2. Pengembalian secara bertahap melalui anggaran Kementerian Perhubungan atau Kementerian Keuangan
  3. Pengembalian dengan skema pengembalian atas investasi

KPPIP telah menyampaikan rekomendasi skema pembayaran dan estimasi kebutuhan PSO kepada Menteri Keuangan untuk dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam penetapan skema pembayaran atas pembanguna prasarana LRT Jabodebek kepada PT Adhi Karya.

SPAM Semarang Barat

SPAM Semarang Barat adalah proyek pembangunan SPAM yang direncanakan sebagai pilot project SPAM tingkat kota dengan skema KPBU di Indonesia. Perkembangan terkini dalam penyiapan proyek adalah penentuan skema pendanaan. Pada November 2016, Menteri PUPR mengirimkan surat No. PR.01.03-Mn/1096 perihal Skema Penyelenggaraan SPAM Semarang Barat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk meminta arahan terkait skema pendanaan proyek SPAM Semarang Barat.

Menindaklajuti surat tersebut, KPPIP telah melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait yaitu Direktorat Pengembangan SPAM Kementerian PUPR, Pemerintah Kota Semarang, PDAM Kota Semarang, dan PT IIF sebagai pihak yang telah menghasilkan Pre-FS Proyek SPAM Semarang Barat pada tahun 2014. Berdasarkan kajian aspek teknis dan finansial yang dilakukan, maka KPPIP dan pemangku kepentingan menyepakati skema KPBU sebagai skema pendanaan Proyek SPAM Semarang Barat.

Kesepakatan pemangku kepentingan tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya surat dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kepada Menteri PUPR No. S-55/M.EKON/03/2017 tanggal 2 Maret 2017 yang berisi keputusan bahwa proyek SPAM Semarang Barat didukung untuk mengunakan skema pendanaan KPBU sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia untuk melibatkan swasta dalam pembangunan infrastruktur selama partisipasi swasta dimungkinkan.

Penyiapan proyek kemudian akan dilanjutkan dengan penetapan PDAM Kota Semarang sebagai PJPK, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 122/2015 dan Peraturan Menteri No. 19/2016, dan pemberian fasilitas project development fund dari Kementerian Keuangan untuk Proyek SPAM Semarang Barat guna mempercepat penyiapan proyek.

Pelabuhan Hub Internasional (PHI) Kuala Tanjung

Menindaklanjuti hasil penyusunan OBC PHI Kuala Tanjung pada Desember 2016, KPPIP telah melakukan pendistribusian Dokumen OBC dan pembahasan hasil OBC dengan pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. Rekomendasi yang ditawarkan dalam OBC dapat digunakan untuk penetapan skema pendanaan yang paling optimum dan penyusunan rencana pengembangan infrastruktur wilayah di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil analisis, skema pendanaan yang ditawarkan adalah skema landlord. Skema landlord ini memungkinkan adanya komando satu arah untuk pembangunan PHI Kuala Tanjung meliputi area pelabuhan, terminal pelabuhan dan kawasan industri. Adapun mekanisme lelang Badan Usaha untuk tiap-tiap area selanjutnya diputuskan oleh landlord sehingga terbuka untuk penerapan skema KPBU ataupun penugasan BUMN menimbang tingkat pengembalian investasi >14%. Dengan penerapan skema landlord ini, Pemerintah dapat memberikan dukungan pengadaan tanah yang mencakup tanah area pelabuhan, terminal pelabuhan dan kawasan industri dimana pengelolaannya akan diberikan kepada pemenang lelang selama masa konsesi.

Mengingat cakupan yang ditawarkan adalah bundling area pelabuhan, terminal pelabuhan dan kawasan industri, maka dibutuhkan penyusunan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dalam rangka penetapan landlord antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian dimana Kementerian Perhubungan berperan sebagai landlord, sedangkan Kementerian Perindustrian tetap memiliki kewenangan penerbitan izin terkait pengembangan kawasan industri. Berdasarkan hasil Rapat Komite pada Juni 2017, dibutuhkan pembahasan lebih lanjut di tingkat teknis untuk menyepakati tindak lanjut penyiapan proyek.

Financial Close Paket Timur Palapa Ring Broadband

Proyek Palapa Ring Broadband terbagi menjadi tiga paket, yaitu Paket Barat, Tengah dan Timur. Paket Barat dan Tengah telah mencapai financial close pada pertengahan 2016, sedangkan Paket Timur telah berhasil mencapai financial close pada tanggal 29 Maret 2017. Pembiayaan proyek ini bersumber dari sindikasi bank, yaitu PT Bank BNI (Persero), Bank Papua, Bank Maluku Malut, Bank Sulselbar dan Bank ICBC Indonesia. Total pembiayaan yang diperoleh dari sindikasi bank mencapai Rp 4 Triliun atau sekitar 80% nilai investasi proyek, yaitu Rp5,1 triliun.

Setelah mencapai financial close, proyek yang mencakup 35 Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua dan Papua Barat ini ditargetkan untuk dapat menyelesaikan konstruksi dalam waktu 18 bulan sehingga dapat beroperasi pada September 2018. Sebagai bagian dari proyek prioritas, KPPIP melakukan pemantauan kemajuan proyek bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Keuangan, PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

c. Pemantauan dan DebottleneckIng Proyek

Penerbitan Izin Lingkungan Pelabuhan Patimban

Dalam rangka pemenuhan prasyarat administrasi pengajuan pinjaman luar negeri kepada Pemerintah Jepang melalui JICA, salah satu syarat yang perlu dipenuhi Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan adalah perolehan Izin Lingkungan. Keterlambatan perolehan Izin Lingkungan dapat menunda proses pengajuan pinjaman luar negeri sehingga berdampak pada keterlambatan pelaksanaan proyek.

Guna mencegah keterlambatan perolehan Izin Lingkungan, KPPIP mengupayakan langkah-langkah percepatan yang terlebih dahulu dikonsultasikan dan disepakati oleh pemangku kepentingan, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

KPPIP memastikan seluruh kelengkapan administrasi serta kualitas substansi Dokumen AMDAL telah sesuai dengan kebutuhan untuk penerbitan Izin Lingkungan agar mencegah keterlambatan akibat dibutuhkannya revisi yang berulang kali.

Dengan demikian, proses evaluasi Dokumen AMDAL dan kelengkapan administrasi lainnya dapat dilakukan dengan cepat oleh Kementerian LHK. Hasilnya, penerbitan Izin Lingkungan oleh Menteri LHK dikeluarkan pada 28 Februari 2017 dan proses pengajuan pinjaman luar negeri dapat dilakukan sesuai dengan target waktu pelaksanaan proyek.

Penerbitan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 53 Tahun 2017 tentang Penugasan kepada PT MRTJ dalam Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT

Pembangunan proyek MRT Jakarta Selatan – Utara Fase I telah dimulai sejak Agustus 2013, dan sampai dengan bulan April 2017 kemajuan konstruksi Fase I tersebut telah mencapai 57,27%. Akan tetapi, walaupun proses konstruksi telah dimulai, hingga permulaan tahun 2017 belum terdapat perjanjian diantara PT MRT Jakarta dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengatur hak dan kewajiban PT MRT Jakarta dalam penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT.

Untuk menyelesaikan masalah ini, KPPIP mendukung koordinasi antara PT MRT Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta para pemangku kepentingan terkait lainnya, dalam melakukan pembahasan terkait muatan dari rancangan Peraturan Gubernur yang akan mengatur penugasan kepada PT MRT Jakarta dalam penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT. Salah satu masukan yang diberikan oleh KPPIP adalah struktur finansial yang berkelanjutan dalam penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT. Konsep dari struktur finansial yang berkelanjutan terdiri dari empat pilar, yaitu farebox revenue, proyeksi biaya, non-farebox revenue, dan kontribusi Pemerintah.

Sebagai hasilnya, Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penugasan Kepada PT MRT Jakarta untuk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Mass Rapid Transit telah diundangkan pada 25 April 2017. Namun, untuk pengaturan lebih lanjut secara rinci mengenai hak dan kewajiban PT MRT Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penugasan penyelenggaraan Prasarana dan Sarana MRT akan diatur dalam perjanjian kerjasama yang sedang disusun.

Penerbitan Surat Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang RDMP Cilacap

Pada awal tahun 2017, dalam proyek RDMP Cilacap menghadapi hambatan pada proses AMDAL. Proses AMDAL merupakan bagian yang krusial dalam tahap persiapan proyek, terutama penerbitan Izin Lingkungan, yang merupakan syarat penerbitan Izin Lokasi. PT Pertamina menginginkan Izin Lingkungan sudah diterbitkan sebelum dilakukan groundbreaking yang target awalnya adalah Juli 2017.

Kesesuaian tata ruang, dan izin-izin yang terkait dengan fasilitas merupakan bagian dari persyaratan untuk dimulainya proses penilaian dokumen lingkungan, penerbitan Izin Lingkungan, dan Izin Penetapan Lokasi. Dibutuhkan tindakan untuk menghadapi isu ketidaksesuaian tata ruang dan belum adanya izin pengalihan jalan nasional dalam revitalisasi Kilang Minyak Cilacap. Pada Pola Ruang Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No. 9 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031, sebagian dari lokasi RDMP Cilacap berada di kawasan dengan peruntukan selain industri. Selain itu, sebagian lahan ekspansi proyek RDMP Cilacap juga akan menempati ruas yang kini ditempati oleh sebuah jalan nasional.

Untuk mendukung percepatan penyelesaian isu ketidaksesuaian tata ruang dan pengalihan trase jalan nasional, KPPIP memfasilitasi proses koordinasi dalam rangka penyesuaian tata ruang dan persetujuan relokasi jalan nasional. Rapat Pembahasan Kesesuaian Tata Ruang Rencana Pengembangan RDMP RU IV Cilacap dipimpin oleh Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan melibatkan seluruh K/L terkait pada tanggal 22 Maret 2017.

Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa dengan asas hirarkis komplementer, rencana lokasi pengembangan RDMP Cilacap pada prinsipnya sudah sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Tengah dan RTRW Kabupaten Cilacap, sehingga proses penilaian dokumen lingkungan, penerbitan izin lingkungan, dan izin penetapan lokasi dapat dilaksanakan. Hasil rapat tersebut dijadikan landasan penerbitan surat no. 149/200/IV/2017 perihal Kesesuaian Tata Ruang untuk Rencana Rencana Pengembangan RDMP RU IV Cilacap tanggal 27 April 2017 oleh Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN kepada Gubernur Jawa Tengah yang mengukuhkan hasil rapat pada tanggal 22 Maret 2017.

Rapat pertama yang melibatkan berbagai pihak terkait pengalihan jalan nasional, terutama PT Pertamina dan Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR telah dilakukan pada 3 April 2017. Setelah koordinasi secara bilateral antara PT Pertamina dan Direktorat Jenderal Bina Marga, dikeluarkan surat no. TN 13.03.Db/369.1 perihal Persetujuan Prinsip Relokasi Jalan Nasional di Kabupaten Cilacap tanggal 27 April 2017 oleh Direktur Jenderal Bina Marga.

Dengan diterbitkannya kedua surat tersebut, proses AMDAL dimulai dengan penerbitan SK No. SK.22/PKTL/PDLUK/ PLA.4/4/2017 oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK tentang KA-Andal. Proses ini akan dilanjutkan oleh proses sidang AMDAL pada pertengahan tahun 2017, yang akan dilanjutkan dengan penerbitan Izin Lingkungan.

Penyelesaian Pengadaan Tanah Central-West Java Transmission Line

Pengadaan tanah Central-West Java Transmission Line telah dilakukan sejak tahun 2016 dan hingga Mei 2017 kemajuan pembebasan lahan untuk ruas Tanjung Jati – Tx (Ungaran – Pedan) telah mencapai 54% dan untuk ruas Tx – Mandirancan – Indramayu – Cibatu Baru mencapai 8%. Dalam proses pengadaan lahan proyek ini terdapat beberapa hambatan yang muncul antara lain Izin Perpanjangan Penetapan Lokasi untuk ruas di Provinsi Jawa Tengah telah habis masa berlakunya dan kesulitan dalam proses pengadaan Tanah Kas Desa. Kedua hambatan tersebut tidak hanya menghambat proses pengadaan tanah tetapi juga menghambat progress konstruksi pondasi tower.

Untuk mendukung percepatan proyek tersebut, KPPIP dan Sekretariat Wakil Presiden melakukan rapat koordinasi rutin dengan pemangku kepentingan untuk melakukan debottlenecking permasalahan yang dihadapi. Pada tanggal 20 April 2017, KPPIP mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Asisten Deputi Infrastruktur Energi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan melibatkan K/L terkait.

Hasil dari rapat tersebut adalah pertama, penerbitan Surat No. S-42/D.III.M.EKON/05/2017 dari Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup kepada Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional terkait Permohonan Rekomendasi Diskresi Izin Perpanjangan Penetapan Lokasi.

Tujuan dari penerbitan surat tersebut yaitu untuk pemberian rekomendasi dispensasi di luar peraturan UU No. 2 Tahun 2012 dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional kepada Gubernur Provinsi Jawa Tengah agar dapat memberikan pembaharuan Izin Perpanjangan Penetapan Lokasi. Dengan dukungan dari KPPIP, Sekretariat Wakil Presiden, dan Kementerian/Lembaga terkait, saat ini Surat Dispensasi Izin Perpanjangan Penetapan Lokasi akan segera ditandatangani oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang.

Hasil rapat yang kedua adalah penerbitan Surat Surat No. S-41/D.III.M.EKON/05/2017 Desa dari Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup kepada Gubernur Provinsi Jawa Tengah terkait Permohonan Tindak Lanjut Pengadaan Tanah Kas. Tujuan dari penerbitan surat ini adalah agar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dapat menjembatani antara hukum pengadaan tanah dengan pengelolaan aset Tanah Kas Desa sehingga proses pengadaan Tanah Kas Desa dapat dilakukan secara teratur.

Dengan diterbitkannya dua surat tersebut, diharapkan proses pembebasan lahan dan pembangunan Pondasi Tower proyek Central-West Java Transmission Line dapat berjalan dengan lancar dan beroperasi tepat pada waktunya.

Penyelesaian Studi Indikasi Skema Pendanaan Jakarta Sewerage System

Dalam rangka melaksanakan mandat Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, KPPIP telah melakukan identifikasi zona-zona Jakarta Sewerage System (JSS) yang memiliki potensi untuk dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Fasilitas diberikan oleh KPPIP untuk memenuhi permintaan Dinas Sumber Daya Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui surat perihal Permohonan Bantuan Gap Study dan Feasibility Study JSS pada tanggal 1 September 2016, dan hasilnya diharapkan dapat memberikan indikasi zona-zona yang akan diprioritaskan penyiapannya setelah Zona 1 dan 6 yang saat ini sedang dikerjakan.

Identifikasi berfokus kepada zona dengan potensi KPBU mengingat keterbatasan anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembangunan infrastruktur melalui pembiayaan fiskal, sementara pembangunan JSS sudah tidak dapat ditunda lagi karena menjadi prasyarat dibangunnya Tanggul Laut Jakarta. Identifikasi dilakukan dengan bantuan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang menunjuk konsultan Mott MacDonald untuk melakukan scoping study.

Scoping study menyimpulkan bahwa JSS Zona 2, 5, 8, 9, dan 4+10 memiliki potensi untuk dilaksanakan dengan skema KPBU karena zona-zona tersebut memiliki kelayakan finansial yang cukup tinggi berdasarkan potential revenue yang dihitung melalui metode gross floor area. Zona-zona JSS selain disebutkan diatas perlu dibiayai melalui APBN atau APBD karena dinilai memiliki kelayakan finansial yang rendah sehingga tidak menarik untuk ditawarkan kepada swasta. Prioritisasi zona-zona JSS yang disebutkan di atas perlu dievaluasi lebih lanjut dan juga disesuaikan dengan prioritisasi zona-zona yang dibutuhkan untuk mendukung proyek Tanggul Laut Jakarta.

Kajian telah disampaikan kepada Bappeda dan Dinas Sumber Daya Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menindaklanjuti dengan melakukan prioritisasi zona-zona JSS pada bulan Juni 2017 dengan melibatkan pemangku kepentingan yang lain. Hasil prioritisasi direncanakan akan tersedia pada bulan Juli 2017.

Service Level Agreement (SLA) untuk Tiga Ruas Tambahan Jalan Tol Trans Sumatera

Merujuk pada Surat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor KU.0901-Mn/784 tanggal 23 Agustus 2016 tentang Pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera kepada Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menugaskan kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk membangun tiga ruas tambahan Jalan Tol Trans Sumatera secara bertahap, yaitu ruas Jalan Tol Banda Aceh-Medan, Jalan Tol Padang-Pekanbaru dan Jalan Tol Tebing Tinggi-Parapat.

Dengan adanya penambahan ruas tersebut, maka diperlukan penyesuaian pada SLA yang ada agar dapat mengakomodir penambahan Pemerintah Daerah sehingga diperlukan adanya penambahan gubernur yang terlibat, yaitu Gubernur Sumatera Barat dan Gubernur Aceh.

Menindaklanjuti hal tersebut, KPPIP berperan aktif dalam mengoordinasikan penyusunan dokumen revisi dan juga pemangku kepentingan yang terlibat. Sebagai langkah awal, KPPIP menyusun strategi dan analisis berbagai opsi terkait penyesuaian SLA ini. Selain itu, KPPIP juga mengadakan pembahasan substansi revisi SLA tersebut. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, disepakati bahwa akan dilakukan penyesuaian SLA dengan cara:

  1. Melakukan revisi secara menyeluruh pada SLA eksisting dengan mencakup perubahan berdasarkan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015 dan penandatanganan ulang seluruh pihak yang terlibat, baik pihak-pihak eksisting dan baru.
  2. Secara bersamaan, disusun SLA “6 Pihak” yang hanya mengikat Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian BUMN, Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan PT Hutama Karya (Persero) tanpa meniadakan SLA eksisting.

SLA “6 Pihak” yang disusun secara paralel dengan SLA Eksisting dilakukan dengan pertimbangan bahwa saat ini dibutuhkan suatu dokumen formal untuk mengikat komitmen Pemerintah Daerah terutama dalam hal dukungan perizinan terkait pengadaan tanah dan pengajuan pinjaman kepada Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) untuk ruas Jalan Tol Pekanbaru – Padang senilai Rp 5 Triliun. SLA “6 Pihak” diharapkan dapat diselesaikan lebih cepat dibandingkan dengan melakukan revisi keseluruhan pada SLA Eksisting.

D. PencapaIan Dalam PerbaIkan Peraturan Terkait Infrastruktur

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, maka diperlukan tindak lanjut untuk implementasi peraturan tersebut. Untuk memastikan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 dapat diimplementasikan secara efektif dan dapat mendorong percepatan Proyek Strategis Nasional, KPPIP menganalisis potensi masalah yang dapat muncul dalam proses penyesuaian tata ruang dan pengadaan tanah. KPPIP telah mengidentifikasi beberapa potensi masalah pada tataran implementasi antara lain:

  1. Terdapat potensi konflik peraturan antara Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Konflik yang dimaksud muncul karena terdapat perbedaan antara Pasal 165 dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa pemberian izin penggunaan ruang harus didasari oleh RTRW di tingkat kabupaten/kota, dengan Pasal 144a Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa izin penggunaan ruang dapat didasari oleh RTRW di tingkat nasional.
  2. Belum terdapat peta acuan di tingkat RTRWN yang dapat dijadikan basis untuk menentukan posisi dan luasan proyek-proyek strategis yang dicantumkan.
  3. Kriteria-kriteria kegiatan yang bersifat strategis dan berdampak besar masih belum spesifik dan rentan subyektifitas (parameter ukuran juga belum ditentukan).
  4. Tanpa adanya parameter dan batasan nilai parameter yang spesifik, terdapat risiko akan sulitnya menentukan proyek-proyek mana yang memenuhi kriteria sebagai kegiatan bernilai strategis berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017.
  5. Belum adanya mandat bagi Menteri ATR untuk menyusun suatu pedoman baku dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang (sehingga rekomendasi masih rentan subyektifitas).

Adapun saat ini KPPIP bersama-sama dengan pemangku kepentingan di bidang tata ruang, tengah menyusun rekomendasi penyelesaian masalah dan tindak lanjut yang dibutuhkan untuk masing-masing potensi masalah yang telah berhasil diidentifikasi. Rekomendasi ini akan disampaikan KPPIP kepada Keasdepan Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

Dalam rangka mendukung efisiensi proses perizinan penyelenggaraan perkeretapiaan, Pemerintah melakukan perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Pada PP terdahulu, belum diatur mekanisme penetapan Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum berdasarkan sumber investasinya. Hal ini berdampak pada kurangnya minat swasta untuk bertindak sebagai pengusul penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.

Dengan tidak diaturnya mekanisme penetapan Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, Badan Usaha pengusul wajib melalui mekanisme lelang yang diselenggarakan oleh Pemerintah meskipun seluruh investasi pembangunan prasarana bersumber murni dari dana Badan Usaha.

Melihat hal tersebut, Pemerintah melakukan perubahan melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2017 untuk pengaturan penetapan Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum berdasarkan sumber pendanaan proyek melalui: (1) lelang atau penunjukan langsung dalam hal sebagian atau seluruh investasi bersumber dari APBN/D, (2) tanpa lelang dalam hal seluruh investasinya tidak bersumber dari APBN/D dan tidak diberikan jaminan dari Pemerintah, atau (3) penugasan dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat karena tidak layak secara finansial. Adapun penetapan Badan Usaha tanpa lelang dimungkinkan setelah Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

Dengan adanya revisi PP ini, Badan Usaha dapat ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian umum tanpa lelang jika seluruh investasinya tidak bersumber dari APBN/D dan tidak memerlukan jaminan dari Pemerintah. Kedepannya, minat Badan Usaha, khususnya swasta dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum diharapkan dapat meningkat.