Implementasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Wilayah
- On 06/07/2017
(KPPIP-6/7) Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,18 persen pada kuartal II tahun 2016. Angka ini lebih tinggi dari 2015 yang dikoreksi sebesar 4,88 persen. Meskipun mengalami penambahan angka pertumbuhan, namun tentu saja angka itu masih jauh dari harapan, terutama karena Indonesia membutuhkan pertumbuhan minimal 7 (tujuh) persen agar dapat menjadi negara maju pada tahun 2025. Pada sisi yang lain, World Economic Forum (WEF) dalam laporannya tentang Global CompetitivenessIndex menempatkan Indonesia dalam peringkat 41 dari 140 negara, serta meraih peringkat 60 terkait pembangunan infrastruktur dan konektivitas.
Salah satu langkah penting untuk menggenjot angka pertumbuhan ekonomi adalah dengan penyediaan sarana infastruktur dalam berbagai sektor agar denyut nadi perekonomian terus mengalami peningkatan secara signifikan, cita-cita besarnya bermuara pada terciptanya kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata.
Lewat Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, pemerintah melalui KPPIP memilih 225 proyek infrastruktur dan 1 program kelistrikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang kemudian 30 proyek diantaranya tersaring sebagai Proyek Prioritas. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap daftar PSN pada akhir tahun 2016, sebanyak 20 proyek dengan nilai 33,5 triliun Rupiah telah dikeluarkan dari daftar karena telah selesai. Sedangkan 15 proyek strategis nasional dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria PSN.
Hingga Juni 2017, status kemajuan 245 proyek + 2 program PSN serta 1 program ketenagalistrikan 35 GW adalah : 5 proyek atau 2 % dari total keseluruhan proyek dalam tahap penyelesaian akhir, 130 proyek atau 53 % dalam tahap konstruksi, 12 proyek atau 5 % dalam tahap transaksi dan 100 proyek atau 40 % masuk dalam tahap penyiapan. Sedangkan kemajuan program ketenagalistrikan per bulan April 2017 adalah : 743 MW sudah beroperasi, 13.816 MW dalam tahap konstruksi, 8.210 MW sudah selesai Purchasing Power Agreement (PPA) namun belum financial close, 5.845 MW dalam tahap pengadaan dan 7.212 MW dalam tahap perencanaan.
Setelah dievaluasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Sebanyak 56 proyek strategis termasuk 55 proyek baru dan 1 program industri pesawat terbang dengan estimasi nilai investasi 1.206 triliun Rupiah masuk menjadi kedalam usulan baru PSN. Sehingga total daftar Proyek Strategis Nasional yang mencakup 15 sektor proyek terdiri atas 245 Proyek, 1 program kelistrikan, dan 1 program industri pesawat terbang dengan estimasi total nilai investasi 4.197 triliun Rupiah. Besarnya nilai investasi seluruh proyek dan program PSN akan mengambil dari beberapa sumber pendanaan seperti dari APBN, partispasi BUMN/D serta partisipasi pihak swasta yang diharapkan dapat mengambil andil cukup besar dalam realisasi pengerjaan PSN.
Selanjutnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) melakukan evaluasi atas progress penyediaan proyek prioritas eksisting serta melakukan seleksi untuk menentukan daftar proyek prioritas dari PSN baru tersebut. Mengacu pada kriteria eliminasi dan penilaian yang telah dibangun KPPIP, total proyek prioritas keseluruhan akan berjumlah 37 proyek, Proyek yang barumasukkedalam list proyekprioritasmeliputi 2 proyekjalantol, 2 proyekketenagalistrikan, 2 proyekSistemPenyediaan Air Minum (SPAM), 4 proyekminyakdan gas (migas), serta 1 proyekperkeretaapian. Selainituada 2 proyekperluasancakupan, proyektol trans Sumatera danproyek PLTU Mulut Tambang.
Dengan terbitnya Perpres Nomor 58 tahun 2017, maka diharapkan seluruh proyek infrastruktur yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional dan belum dimulai proses pengerjaannya dapat mulai berjalan seluruhnya sebelum tahun 2019. Untuk mengakselerasi proses pengerjaan proyek prioritas, pemerintah memberikan dukungan dalam beragam isu seperti : (1). Melakukan percepatan perizinan; (2). Melakukan percepatan dan penyelesaian kendala pengadaan tanah; (3). Melakukan pencapaian financial close hingga konstruksi dapat dimulai; (4). Mencarikan solusi terkait masalah pendanaan; (5). Menyiapkan penyusunan kajian proyek (OBC); (6). Mendorong penerbitan regulasi/landasan hukum; dan terakhir, menyelesaikan masalah penataan ruang. Tercatat, dalam kurun waktu 2015 – 2017 terdapat 18 proyek mendapatkan fasilitas serta dukungan untuk mendorong percepatan dan kemajuan proyek.
Dalam hal regulasi, pada tahun 2017 setidaknya ada 4 kebijakan yang telah diterbitkan untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Diantaranya dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) untuk mendorong penyelesaian hambatan tentang tata ruang dan wilayah. Selain itu, pemerintah juga menerbitkan PP No. 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Perkeretaapian yang mengatur badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum. Pada level kementerian, Menteri Keuangan juga telah menerbitkan sebanyak 2 (dua) Peraturan Menteri Keuangan, yakni PMK No. 21 tahun 2017 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Bagi Proyek Strategis Nasional dan Pengelolaan Aset Hasil Pengadaan Tanah oleh Lembaga Aset Negara, dan PMK No 60 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan PSN.
Mengenai pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus yang secara umum memiliki tujuan untuk menarik investasi, pengembangan wilayah seperti yang termaktub dalam Nawacita serta membuka lapangan kerja memiliki sasaran sebagai berikut : (1). Meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis; (2). Optimalisasi kegiatan industri, eskpor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi, (3). Adanya percepatan pengembangan daerah serta (4). Terciptanya lapangan kerja.
Minat investor dalam menanamkan modalnya kedalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus bisa dikatakan cukup tinggi, tercatat hingga bulan Juni 2017 realisasi investasi menorehkan angka 221 triliun dari total sasaran investasi 726 triliun hingga tahun 2030. Diharapkan, dengan berkembangan KEK, sebanyak 632.538 tenaga kerja akan terserap. Pada tahun 2017, sebanyak 11 daerah telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Ekonomi Khususyakni : (1). KEK Arun Lhokseumawe; (2). KEK Sei Mangke; (3). KEK Tanjung Api-Api; (4). KEK Tanjung Lesung; (5). KEK Tanjung Kelayang; (6). KEK Mandalika; (7). KEK MBTK; (8). KEK Palu; (9). KEK Sorong; (10). KEK Bitung; dan (11). KEK Morotai. Diproyeksikan hingga tahun 2019 akan ditambah sebanyak 14 KEK baru sehingga berjumlah 25 KEK.
Pada tahun ini, fokus perhatian utama Dewan Nasional KEK sebagai salah satu stakeholder pengembangan wilayah KEK secara operasional adalah : Mendorong Badan Usaha Pembangun dan Pengelola untuk meningkatkan aliran investasi, melakukan monitoring dan evaluasi atas manfaat lalu lintas investasi, memfasilitasi koordinasi percepatan pembangunan infrastruktur wilayah, serta memfasilitasi penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga menjadi standart acuan bagi KEK lain.
Untuk kedepannya, pemerintah memiliki rencana pengembangan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah di Indonesia. Adapun langkah dan rencana yang akan diusulkan seperti : (1). Dalam konteks Skema Pendayagunaan Aset Pemerintah, diperlukan kerangka regulasi yang mencakup skema pengadaan, kelembagaan kewenangan Instansi Pemerintah serta melakukan pemilihan proyek dengan profil yang sesuai dengan penerapan pilot project; (2). Tentang skema pembayaran availability payment (AP), diperlukannya penerbitan kerangka regulasi untuk penguatan kapasitas BUMD untuk menerapkan skema AP; (3). Mengenai Kebijakan Tata Ruang, diperlukan penguatan implementasi PP No. 13 Tahun 2017 sosialisasi kepada stakeholders bidang penataan ruang untuk menghindari potensi multi-interpretasi yang bertentangan dengan PP tersebut. Terakhir, diperlukan penerbitan Perpres tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang baru untuk mempercepat pembangunan PLTSa. (TimKom KPPIP)