Geliat Sulawesi Utara melalui Pelabuhan Hub Internasional dan KEK Bitung
- On 13/06/2017
(KPPIP-13/6) – Merealisasikan Proyek International Hub Sea Port (IHP) Bitung senilai Rp 34 triliun dan juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dengan nilai investasi diperkirakan sekitar Rp 35 triliun, tidaklah mudah. Berbagai upaya tetap dilakukan untuk dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) memboyong konsultan pelaksana penyusunan Outline Business Case (OBC), yakni konsorsioum Mott Macdonald, Deloitte, dan HPRP Lawyers, datang langsung ke Proyek Pelabuhan Hub Internasional Bitung.
Tujuannya, untuk mencari data dan temuan terkait kesiapan infrastruktur, potensi pelabuhan penunjang, dan kondisi eksisting Pelabuhan Bitung yang akan dijadikan pelabuhan internasional. Juga untuk memperkenalkan konsultan OBC dengan stakeholder utama proyek, PT. Pelindo IV dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Direktur Sektor Transportasi KPPIP Dwianto Eko mengatakan, semua temuan di lapangan berguna sebagai informasi awal tentang potensi koridor Sulut.Sesuai keinginan Pemerintah Pusat, kata Dwi, proyek pembangunan daerah sebaiknya dibuat dalam satu koridor dan tidak terpisah-pisah. “Targetnya adalah kita mendapatkan program untuk mengembangkan infrastuktur hinterland-nya. Program ini harapannya dikembangkan oleh kementerian masing-masing sebagai roadmap,” kata Dwi, di Bitung, Provinsi Sulut, Senin (12/6).
Lanjut Dwi, informasi awal yang didapat tim konsultan OBC dari kunjungan ini selanjutnya akan dibawa ke Belt and Road Forum (BRF) di Beijing, China, pertengahan Juni 2017. Sulawesi Utara bersama Sumatera Utara dan Kalimantan Utara diketahui menjadi tiga provinsi yang diminati investor China.
“Peran kita (KPPIP) untuk proses ke BRF terkait OBC. Seperti yang kita lakukan di PHI Kuala Tanjung, yakni untuk mempersiapkan proyek,” kata dia.
Pelabuhan Bitung dipilih sebagai Pelabuhan Hub Internasional di Kawasan Timur Indonesia dengan berbagai pertimbangan.Seperti pertumbuhan di wilayah timur Indonesia memiliki potensi lebih tinggi dibanding wilayah barat Indonesia.Selain itu, dinamika logistik di wilayah timur Indonesia diharapkan bertumbuh secara eksponensial.
Di samping itu, keberadaan Pelabuhan Hub Internasional Bitung juga akan mendukung kegiatan industri kawasan timur Indonesia meliputi Ambon dan Ternate (pertanian, industri dan pertambangan) serta Samarinda, Balikpapan, Tarakan dan Nunukan (batubara, minyak bumi dan kayu lapis).
Dari informasi terakhir yang diberikan Pemprov Sulut per Februari 2017, ada tiga lokasi yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai satu kesatuan Pelabuhan Hub Internasional (PHI) Bitung. Yakni mengembangkan pelabuhan eksisting, pelabuhan baru di Pulau Lembeh, dan Pelabuhan baru di Kawasan Ekonomi Khusus.
Proyek KEK Industri Bitung Terkendala Pembebasan Lahan
Pelabuhan Hub Internasional Bitung dibuat untuk mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung yang dinyatakan sebagai salah satu proyek strategis pemerintah.
Bedanya, jika proyek Pelabuhan Hub Internasional Bitung sudah On Going, kondisi serupa belum terjadi di dalam kawasan KEK Bitung.Di rencana awal, tahap konstruksi dimulai Mei 2014 dan sudah mulai operasi di 2017.Nyatanya, hingga pertengahan 2017 Proyek KEK Bitung masih terganjal urusan pembebasan lahan.Di lahan milik negara yang bakal digunakan sebagai lokasi KEK, ternyata saat ini masih dihuni penduduk.
Sekretaris Daerah Pemprov Sulut Edwin H Silangen membenarkan masih terganjalnya Proyek KEK Bitung di persoalan lahan.Akibat masih ada gugatan lahan dari warga, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum juga mengeluarkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Padahal terbitnya HPL untuk pengelolaan lahan seluas 92,5 hektar merupakan salah satu cara mempercepat terealisasinya KEK Bitung.Berbagai upaya dilakukan, salah satunya menyodorkan beberapa tawaran kepada warga yang mengajukan gugatan. “Mudah-mudahan ini jadi terobosan hukum untuk menerbitkan HPL,” kata Edwin, ditemui di saat yang sama.
Terlepas dari persoalan lahan, Edwin menuturkan Pemprov Sulut ternyata sudah menyiapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola operasional KEK saat sudah berjalan. “Namanya PT Membangun Sulut Hebat (MSH). Sahamnya dari APBD Pemprov Sulut dan beberapa perusahaan daerah,” kata dia.
Diakuinya para investor untuk KEK Bitung sudah berdatangan, terutama dari China.Dengan demikian mereka sangat berharap baik Pelabuhan Internasional dan KEK Bitung bisa segera beroperasi secepatnya.”Targetnya Gubernur ingin tahun 2018 sudah bisa ‘on going’,” kata Edwin.
Dia optimis KEK Sulut bisa menjadi solusi nasional karena posisinya yang strategis. Antara lain, bisa mengembangkan perekonomian di Indonesia Timur bagian Utara yang berbatasan langsung dengan kawasan pasifik yang digadang-gadang bakal menjadi titik penting era perdagangan dunia ke depan.
Selain itu, KEK Bitung juga punya banyak andalan.Seperti industri perikanan, industri pengolahan kelapa, industri farmasi, listrik (smelter). “Serta industri lain seperti yang ada di masterplan,” ucap dia. (TimKom KPPIP)