Pengembangan Kapasitas SDM Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
- On 26/04/2018
Satryo Soemantri Brodjonegoro
Dirjen Dikti (1999-2007) dan Direktur SDM
dan Pengembangan Kapasitas pada Komite Percepatan Pernyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP)
Dalam tiga tahun terakhir pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur secara intensif untuk mendorong perekonomian, meningkatkan daya saing, produktivitas dan pemerataan pembangunan.
Untuk tahun 2019 dan seterusnya, pembangunan fisik akan mulai dialihkan pada pembangunan manusia dalam rangka merawat infrastruktur yang telah dibangun serta memastikan masyarakat dapat terus menerima manfaat pembangunan.
Presiden Joko Widodo menekankan bahwa dalam APBN 2019 pemerintah akan masuk pada tahapan besar kedua setelah infrastruktur yakni pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Tahapan besar kedua ini diharapkan terlihat masif, tampak hasil dan pergeserannya. Untuk itu, kementerian diminta secara serius untuk menyiapkan program investasi SDM.
Proyek Strategis Nasional
Salah satu tugas Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) adalah memastikan ketersediaan dan kesiapan SDM untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Berdasarkan kajian KPPIP, untuk memenuhi kebutuhan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada saat seluruh proyek selesai dan mulai beroperasi, diperlukan sekitar 350 ribu lulusan program diploma politeknik dan 250 ribu lulusan program sarjana.
Saat ini, untuk ketersediaan calon lulusan program diploma yang saat ini sedang menempuh pendidikan di politeknik berjumlah sekitar 113 ribu. Sedangkan untuk program sarjana tersedia calon lulusan sarjana sebanyak 102 ribu. Berarti terjadi defisit lulusan program diploma sebesar 237 ribu dan sebesar 148 ribu orang untuk program sarjana.
Untuk menutupi defisit jumlah SDM tesebut, diperlukan strategi yang rasional dengan mempertimbangkan kapasitas dan daya tampung lembaga pendidikan, animo para lulusan untuk bekerja di fasilitas maupun instalasi serta industri dalam lingkup PSN, kemampuan ekonomi para peserta didik, dan biaya operasional lembaga pendidikan yang mencukupi. Dengan target proyek untuk memulai konstruksi atau mencapai financial close pada tahun 2019, proyek-proyek PSN ini akan selesai secara bertahap dan diperkirakan selesai paling lambat tahun 2023 berarti tersedia waktu 4 tahun dari tahun 2019 untuk menutupi keseluruhan defisit SDM.
Seperti kita ketahui bahwa SDM dibutuhkan pada tiga tahap proyek yaitu pada saat pembangunan instalasi atau pabrik, pada saat operasional termasuk perawatan, dan untuk kegiatan riset dan pengembangan. Dengan pendekatan sederhana maka setiap tahun mulai 2019 sampai tahun 2023 diperlukan peserta didik baru sekitar 60 ribu untuk politeknik dan sekitar 37 ribu untuk universitas dan institut. Pemenuhan defisit tersebut tidak perlu dengan membentuk lembaga pendidikan baru melainkan memaksimalkan kapasitas lembaga pendidikan yang ada, sehingga investasinya tidak terlalu besar. Standar biaya operasional pendidikan tinggi saat ini dan ke depan akan tetap pada kisaran Rp 25 juta per mahasiswa per tahun, sehingga dibutuhkan dana pendidikan sebesar Rp 2,425 trilyun per tahun di atas dana pendidikan tinggi yang selama ini dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah insentif agar para lulusan mau bekerja di berbagai proyek dan industri PSN. Saat ini animo mahasiswa ataupun lulusan untuk mendukung PSN belum terlalu tinggi. KPPIP menghubungi 40 perguruan tinggi negeri (PTN) dan 12 perguruan tinggi swasta (PTS), dan yang mendukung PSN hanya 18 PTN dan 8 PTS. Seandainya lebih banyak PTN dan PTS yang mendukung maka pemenuhan defisit SDM akan lebih cepat . Insentif dimaksud dapat berbentuk beasiswa ikatan dinas, ataupun gaji yang kompetitif serta prospek karir dan kebanggaan bahwa PSN akan meningkatkan daya saing bangsa. Pemerintah juga perlu memberi kepastian bahwa PSN akan menggunakan lulusan dalam negeri semaksimal mungkin, karena pada dasarnya tidak ada teknologi yang tidak dikuasai oleh anak bangsa.
Efektivitas Investasi Pendidikan
Investasi bidang pendidikan tidak terlihat perubahannya secara instan, melainkan perlu waktu cukup lama untuk mengetahui hasilnya, sedangkan dana investasi pendidikan berasal dari rakyat di mana rakyat akan menuntut bahwa hasil pendidikan harus bermanfaat bagi rakyat.
Dengan kata lain investasi pendidikan harus akuntabel. Akuntabilitas publik investasi pendidikan dapat dicapai melalui proses akreditasi yang berbasis dampak (outcome) yang dilakukan oleh entitas independen non pemerintah, yang secara universal sudah diterapkan. Untuk mencapai hal itu, saat ini Indonesia sedang menerapkan pendidikan tinggi dan akreditasi berbasis outcome.
Postur anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN sebenarnya mencukupi kebutuhan pendidikan nasional jika didistribusikan secara proporsional, di mana porsi terbesar adalah untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi. Perlu penataan kembali postur anggaran pendidikan dengan memperkecil porsi administrasi dan manajemen serta belanja pegawai. Anggaran pendidikan seyogyanya dirasakan manfaatnya langsung oleh para peserta didik.
Pada saat ini seluruh kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian juga mendapatkan porsi anggaran pendidikan, sehingga anggaran pendidikan yang setiap tahunnya Rp 400 triliun lebih menjadi kurang efektif karena yang akhirnya dialokasikan untuk kemristek dikti dan kemdikbud masing masing hanya Rp 40 triliun. Sebenarnya anggaran untuk kemristek dikti dan kemdikbud dapat ditingkatkan secara signifikan apabila diadakan penataan kembali pendidikan kedinasan yang ada di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian (LPNK).
Pada saat ini seluruh kementerian dan LPNK mempunyai pendidikan kedinasan dan dalam banyak hal terjadi tumpang tindih dan duplikasi dengan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Sebagian besar pendidikan kedinasan seyogyanya ditutup karena perannya dapat dilaksanakan oleh perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Dengan demikian anggaran yang semula untuk pendidikan kedinasan dapat dialihkan ke kemristek dikti dan kemdikbud sehingga sekolah dan perguruan tinggi dapat meningkatkan kapasitas dan kualitasnya.
Penataan kembali pendidikan kedinasan tersebut di atas sebenarnya untuk merespons permintaan Presiden yaitu setiap kementrian untuk secara serius menyiapkan program investasi sumber daya manusia. Permintaan tersebut tidak diartikan bahwa setiap kementrian diminta mendidik SDM untuk mendukung PSN, melainkan setiap kementrian diminta untuk memetakan kebutuhan SDM sesuai sektor masing masing yang terkait dengan PSN. Berdasarkan peta kebutuhan tersebut maka pemerintah menugaskan perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta untuk memenuhinya. Dengan demikian program pengembangan kapasitas SDM untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.
Tulisan ini telah dimuat dalam Kolom Opini Harian Kompas, Kamis 19 April 2018