Putusan MA Soal Sengketa Air Minum Disebut Tak Ganggu Proyek
- On 18/10/2017
Sengketa pengelolaan air minum di Jakarta dinilai tidak mengganggu dan mempengaruhi proyek infrastruktur air minum yang sedang digarap oleh pemerintah.
Jakarta, Komite Percepatan dan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menyatakan putusan Mahkamah Agung no.31K/PDt/2017 tentang sengketa pengelolaan air minum di Jakarta tidak akan mengganggu dan mempengaruhi proyek infrastruktur air minum yang sedang digarap oleh pemerintah.
Direktur Sektor Air dan Sanitasi KPPIP Henry BL. Toruan mengatakan, keputusan MA ini hanya mempertegas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2015 yang menganulir UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan kembali kepada UU no.11/1974 tentang Pengairan.
Sementara, jelas Henry, semua Proyek Prioritas maupun Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi tanggung jawab KPPIP sudah mengikuti putusan MK tersebut.
“Putusan MA ini bukanlah sesuatu yang baru. Sejak keluarnya putusan MK yang mencabut UU no.7/2004 tentang Sumber Daya Air dan akhirnya kami kembali pada UU no.11/1974 tentang Pengairan, semua proyek SPAM sudah berlandaskan pada putusan MK tersebut. Jadi partisipasi swasta dalam proyek infrastruktur SPAM sudah menyesuaikan dengan UU no.11/1974,” ujar Henry dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (18/10).
Ia menambahkan, pasca keluarnya putusan MK itu, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan PP No 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang didasarkan pada UU no.11/1974.
“Baik PP 121/2015 maupun PP 122/2015 membolehkan adanya keterlibatan badan usaha swasta dalam pengusahaan sumber daya air dan sistem penyediaan air minum,” jelas Henry.
Dalam kedua PP tersebut, partisipasi badan usaha swasta memang dibatasi hanya pada pengolahan air. Sementara untuk penguasaan air baku di hulu maupun distribusi air hingga ke masyarakat di hilir tetap dipegang oleh BUMN/BUMD.
“Ini menunjukkan bahwa kekuasaan atas sumber daya air tetap berada di tangan negara,” ujar Henry.
Henry menyatakan, partisipasi badan usaha swasta dalam proyek infrastruktur air bersih memang masih sangat dibutuhkan. Keterbatasan anggaran negara menuntut partisipasi swasta dalam proyek pembangunan.
Hal itu untuk meningkatkan rasio cakupan layanan (service coverage ratio) air bersih di masyarakat.
“Service coverage ratioair bersih di beberapa wilayah masih rendah sekitar 60 persen,” ujar Henry.
Lebih lanjut, Henry menambahkan, melalui partisipasi swasta, terutama dalam investasi pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) diharapkan dapat meningkatkan cakupan layanan tersebut.
Sumber: www.cnnindonesia.com