Sosialisasi Perma 3/2016 Berikan Pemahaman Pada Hakim Soal Proses Pengadaan Tanah
- On 24/04/2018
KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)
SIARAN PERS, 24 April 2018
Sosialisasi Perma 3/2016 Berikan Pemahaman Pada Hakim Soal Proses Pengadaan Tanah
KPPIP, Medan – Mengingat masih besarnya persoalan pengadaan tanah yang dihadapi dalam penyediaan infrastruktur, maka Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) bersama PT Hutama Karya menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Kegiatan yang ketiga kalinya ini diselenggarakan di Medan, 23 April 2018 setelah sebelumnya diselenggarakan di Bandar Lampung dan Pekanbaru (20/4). Hadir sebagai pemateri dalam kegiatan kali ini Ketua Tim Pelaksana KPPIP Wahyu Utomo, Ketua Kamar Perdata MA Soltoni Mohdally dan Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Arie Yuriwin. Adapun para peserta yang hadir adalah para Hakim Tinggi di Sumatera Utara, Ketua Pengadilan Negeri di wilayah Sumatera Utara, Ketua Panitera, Kanwil BPN Sumatera Utara dan pihak BUMN.
Dalam paparannya, Wahyu Utomo menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah dalam percepatan penyediaan infrastruktur adalah untuk kemajuan bangsa. Infrastruktur memiliki dampak positif terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat produktifitas dan daya saing bangsa. “Masalah tanah ini masih menjadi persoalan yang besar dan dapat menghambat pembangunan infrastruktur. Untuk itu perlu ada arahan dan kesepakatan agar para hakim baik pengadilan negeri maupun tinggi cukup confidence untuk menyelesaikan masalah konsinyasi sesuai dengan peraturan yang ada,” ujar Wahyu.
Menurut Arie Yuriwin, kegiatan sosialisasi ini sangat bermanfaat bagi percepatan pengadaan tanah. “Seharusnya sudah dari dulu kita lakukan sosialisasi di lingkungan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi, dan juga kalau bisa di lingkungan kejaksaan dan TNI/Polri. Karena tanpa dukungan mereka mustahil kita bisa menyelesaikan secara cepat,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Kamar Perdata MA Soltoni Mohdally menyatakan bahwa lembaga peradilan wajib mendukung penuh upaya percepatan penyediaan infrastruktur yang sedang dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan memahami UU no.2/2012 yang mengatur soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta peraturan perundangan dibawahnya, termasuk Peraturan MA no.3/2016. “Kita harus sama-sama mendukung kebijakan percepatan pengadaan tanah ini, jangan dihambat atau dilama-lamakan. Dalam UU no.2/2012 sudah diatur jangka waktu putusan paling lama 30 hari kerja,” ujarnya.
Umumnya permasalahan yang terjadi dalam pengadaan tanah adalah soal keberatan harga pemilik tanah atas hasil penilaian yang dilakukan oleh tim penilai/appraisal independen. Pemilik tanah yang tidak terima kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. Menurut Soltoni beberapa kekeliruan yang kadang dilakukan oleh hakim adalah bertindak sebagai appraisal untuk mengubah harga yang ditentukan appraisal. “Hakim itu bukan appraisal. Yang kita lakukan adalah menerima atau menolak gugatan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Soal harga serahkan pada tim appraisal independen”, ujar Soltoni.
Menurut Arie, salah satu hal yang kurang dipahami dalam UU no.2/2012 adalah soal musyawarah bentuk ganti rugi. Hal yang dimusyawarahkan adalah bentuk ganti ruginya bukan harga yang sudah ditetapkan penilai. “Apakah mau diganti dalam bentuk uang, relokasi atau yang lain,” ujar Arie. Untuk harga yang ditetapkan tim appraisal tidak dapat dinegosiasikan. Kalaupun warga masyarakat mengajukan gugatan yang menilai bahwa tim appraisal tidak profesional, maka hakim pengadilan dapat meminta penilaian pembanding dari tim appraisal independen lain yang sudah tersertifikasi negara.
Soltoni juga menegaskan bahwa jika putusan MA sudah muncul di website MA, hal itu sudah dapat dijadikan sebagai putusan resmi tanpa harus menunggu surat tertulis. “Silahkan buka website lalu print putusannya dan lanjutkan proses berikutnya. Perma 3/2016 sudah memuat hal itu secara detail. Baca juga lampirannya,” ujarnya. Soltoni yakin jika para hakim memiliki komitmen untuk mendukung percepatan infrastruktur dengan cara menjalankan Perma 3/2016 secara konsekuen, persoalan konsinyasi dalam pengadaan tanah dapat diselesaikan dengan lebih cepat. ###