Tantangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
- On 06/11/2017
Oleh: Wahyu Utomo
Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Selama 3 tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pembangunan infrastruktur memang menjadi prioritas. Bahkan dapat dikatakan istilah “infrastruktur” sendiri telah melekat pada citra diri pemerintahan saat ini. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menyampaikan betapa pentingnya infrastruktur bagi kemajuan suatu bangsa. “Tanpa infrastruktur, jangan mimpi negara ini bisa bersaing,” ungkap Presiden berulang-ulang di berbagai kesempatan.
Dalam berbagai literatur ekonomi pembangunan, infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandar udara, dan kereta api, maka akan mampu meningkatkan konektifitas dan menurunkan biaya logistik sehingga produk-produk lokal bisa bersaing dengan produk impor. Apalagi pembangunan infrastruktur di bidang energi, listrik, telekomunikasi, bendungan dan irigasi, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian bangsa ini.
Saat ini terdapat 245 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang digarap oleh pemerintah, termasuk di dalamnya 37 proyek prioritas. Seluruh proyek tersebut terbagi ke dalam 15 sektor dan 2 program, seperti sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik dan telekomunikasi. Seluruh infrastruktur tersebut dibangun secara simultan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara serentak di beberapa kawasan strategis di Indonesia seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Berdasarkan pengalaman dalam fasilitasi dan pendampingan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), terutama yang masuk dalam PSN dan proyek prioritas, terdapat 3 isu besar yang menjadi tantangan dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Pertama, persoalan pembebasan lahan. Isu pembebasan lahan hingga kini masih menjadi faktor penghambat terbesar dalam pembangunan infrastruktur, menyumbang sebesar 30% dari seluruh masalah pembangunan infrastruktur. Persoalan pembebasan lahan banyak ditemukan di berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Pembebasan lahan merupakan langkah mendasar dalam pembangunan. Jika masalah pembebasan lahan belum selesai, maka tahap pembangunan berikutnya tidak dapat berjalan. Persoalan yang muncul dalam pembebasan lahan meliputi kurangnya alokasi dana pembebasan lahan dan lambatnya proses pengadaan lahan.
Sebelum kewenangan diberikan kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN), pembiayaan pembebasan lahan tersebar di masing-masing Kementerian/ Lembaga yang menyebabkan kurang berjalan efektif dan efisien. Setelah ditetapkannya BLU LMAN sebagai satu-satunya badan yang membiayai pembebasan lahan untuk PSN, maka proses pembebasan lahan menjadi lebih terkoordinir dengan baik dan cepat. Selain itu, hadirnya UU no.2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum juga turut memudahkan proses pembebasan lahan.
Masalah kedua yang menjadi tantangan pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah soal perencanaan dan penyiapan proyek. Ini menempati urutan kedua yang berkontribusi sebesar 27% dalam masalah pembangunan infrastruktur. Persoalan dalam perencanaan dan penyiapan proyek ini terkait dengan masalah koordinasi antar stakeholder proyek dan kualitas dokumen proyek.
Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pihak, mulai dari penanggung jawab proyek, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, pemerintah desa, hingga masyarakat secara langsung, menyebabkan sulitnya mencari titik temu dalam merencanakan proyek secara matang. Belum lagi ketika berbicara tentang ego sektoral dimana masing-masing sektor merasa memiliki kewenangan besar dalam pembangunan infrastruktur, seringkali menyebakan kebuntuan.
Keberadaan lembaga yang memiliki fungsi koordinatif seperti KPPIP mampu menjadi solusi dalam mengatasi persoalan koordinasi antar sektor. Sentralisasi lembaga seperti ini juga telah diterapkan dalam beberapa urusan tertentu seperti pembebasan lahan yang saat ini tersentralisir melalui BLU LMAN, perijinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan juga sentralisasi dalam hal investasi melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pembentukan lembaga-lembaga sentral untuk menangani urusan tertentu inilah yang ke depan dapat meningkatkan percepatan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan kebijakan satu peta (one map policy) agar tidak terjadi perbedaan rencana tata ruang di Indonesia.
Persoalan lain dalam hal perencanaan dan penyiapan proyek adalah pada partisipasi swasta. Sejak awal rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak ingin membebankan APBN. Kita ingin ada partisipasi swasta. Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa dari kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp 4.197 triliun, sebesar 55% diharapkan berasal dari investasi badan usaha swasta. Untuk itu diperlukan dokumen proyek yang layak dan bisa memberikan penjelasan kepada swasta.
Kualitas desain proyek selama ini dianggap kurang meyakinkan para investor untuk berinvestasi dalam proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu desain proyek yang dibuat belum memenuhi standar internasional. Untuk itulah KPPIP mendapat mandat salah satunya untuk menyiapkan dokumen desain penyiapan proyek berstandar internasional dalam bentuk dokumen pra studi kelayakan atau Outline Business Case (OBC) dan penetapan skema pendanaan.
Dalam dokumen penyiapan proyek tertera berbagai keterangan informasi mengenai proyek, seperti nilai investasi, tingkat pengembalian investasi, keuntungan finansial yang akan didapat, termasuk di dalamnya adalah fasilitas yang ditawarkan pemerintah serta proyeksi resiko investasi.
Ketiga, masalah pendanaan berkontribusi sebesar 25% dari seluruh masalah infrastruktur. Dalam hal skema pendanaan ini terdapat 4 skema yang ditetapkan pemerintah yaitu APBN, BUMN, baik atas inisiatif korporasi maupun penugasan dari pemerintah, swasta, dan terakhir skema pendanaan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Pemerintah juga telah memberikan berbagai instrumen pendanaan infrastruktur yang dapat menarik minat investor swasta terutama dalam skema KPBU seperti jaminan Pemerintah, pembayaran Availability Payment, dan dukungan konstruksi seperti Viability Gap Fund (VGF). Selain itu juga terdapat beberapa instrument pasar modal yang dikembangkan untuk infrastruktur seperti Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA).
Pemerintah juga sedang menyiapkan skema baru berbentuk LCS (Limited Concession Scheme) yaitu pembiayaan proyek melalui sumber dana swasta atas pemberian konsesi dari suatu aset infrastruktur milik Pemerintah/BUMN yang sudah beroperasi kepada pihak swasta terkait untuk dioperasikan/dikelola. Tujuannya agar pembangunan infrastruktur yang sudah jalan dapat dikembangkan lagi asetnya oleh swasta, dan uangnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain.
Skema pendanaan alternatif lainnya adalah PINA (Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran) yaitu pembiayaan proyek yang dibiayai oleh sumber dana selain dari anggaran milik Pemerintah, contohnya, dana kelolaan jangka panjang (asuransi, dana repatriasi pengampunan pajak, dana pensiun, dll.), dan private equity investors.
Beberapa project yang berhasil dengan skema KPBU, seperti jalan tol Balikpapan – Samarinda, jalan tol Manado – Bitung, jalan tol Panimbang – Serang, jalan tol Yogyakarta – Bawen dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan. Sementara skema availability payment sudah diterapkan dalam proyek pembangunan infrastruktur palapa ring.
Seluruh persoalan infrastruktur yang telah diidentifikasi tersebut saat ini telah diupayakan solusinya oleh pemerintah. Meskipun masalah telah diidentifikasi dan solusi telah diupayakan, bukan berarti tantangan dalam percepatan pembangunan infrastruktur telah sirna. Pasti akan muncul tantangan-tantangan berikutnya yang akan mengasah kreatifitas dan kegigihan bangsa ini untuk menghadapinya. Itu semua demi Indonesia yang maju dan berdaulat. Dan bersama kita pasti bisa!.###