Pengembangan TOD Sebagai Daya Tarik Infrastruktur
- On 23/11/2017
Oleh : Rainier Haryanto
Direktur Program Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Sejak awal pemerintah merencanakan pembangunan infrastruktur di Indonesia, tanpa membebankan APBN. Pemerintah sangat menekankan adanya partisipasi swasta. Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa dari kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp 4.197 triliun, sebesar 55% diharapkan berasal dari investasi badan usaha swasta.
Upaya untuk menarik investasi swasta dalam pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia telah dilakukan pemerintah dalam berbagai cara. Mulai dari inovasi skema dan instrumen pendanaan, fasilitas yang ditawarkan, deregulasi peraturan yang menghambat, kemudahan perizinan dan lain-lain. Diantara berbagai upaya pemerintah tersebut, salah satu yang dapat menjadi daya tarik pembangunan infrastruktur untuk menarik investasi swasta adalah konsep TOD (Transit Oriented Development).
TOD merupakan suatu bentuk pemanfaatan suatu kawasan dalam infrastruktur transportasi untuk kawasan komersil. Dalam konsep TOD, beberapa titik pemberhentian atau transit seperti stasiun, halte atau kawasan istirahat di pinggir jalan tol (rest area), dikembangkan menjadi sentra bisnis yang menghasilkan keuntungan ekonomi.
Konsep TOD awalnya memang ditujukan untuk sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan pemukiman dan pusat perbelanjaan. Dengan demikian, maka masyarakat yang tinggal di suatu kawasan TOD dapat menjangkau tempat kerja maupun tempat belanja dengan berjalan kaki, bersepeda maupun menggunakan transportasi massal. Dengan demikian, penggunaan kendaraan pribadi dapat berkurang dan problem kemacetan serta polusi udara dapat teratasi.
Hampir semua negara maju telah mengembangkan konsep TOD. Di negara-negara tersebut, stasiun yang berada di sepanjang koridor jalur kereta bawah tanah (metro/subway) dikembangkan menjadi kawasan pemukiman seperti apartemen, pusat perbelanjaan dan perkantoran.
Bahkan di beberapa stasiun transit juga dikembangkan kawasan wisata. Hal itu mengakibatkan adanya peralihan tingkah laku masyarakat perkotaan dari menggunakan kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Tujuan TOD memang menempatkan komersial, permukiman, perkantoran, dan fasilitas umum-sosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit.
Dalam perkembangannya, konsep TOD juga digunakan untuk kawasan jalan tol yaitu dengan mengembangkan bisnis terpadu di rest area. Tempat istirahat yang tersedia di pinggir jalan tol, biasanya digunakan oleh pengendara untuk mengisi bahan bakar maupun beristirahat mengusir lelah dan kantuk dari perjalanan panjang. Saat ini rest area sudah mulai dikembangkan untuk pusat perbelanjaan dan tempat rekreasi.
Konsep TOD inilah yang juga ditawarkan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Beberapa infrastruktur yang dapat dikembangkan konsep TOD terutama di sektor transportasi seperti jalan tol dan kereta api. Konsep TOD ini jelas memiliki daya tarik ekonomi tambahan bagi investor swasta untuk melakukan investasi di sektor infrastruktur.
Konsep TOD ini memberikan tambahan finansial di atas pendapatan dari penjualan tiket kereta maupun tarif tol. Konsep kawasan yang dikembangkan di tempat-tempat transit tersebut, baik pemukiman, perkantoran maupun pusat perbelanjaan, dapat memberikan tambahan nilai investasi yang membuat proyek menjadi semakin lancar.
Atas dasar itulah program pengembangan TOD ini telah menjadi salah satu poin Kebijakan Pemerataan Ekonomi (PEK) pemerintah di sektor transportasi. Kebijakan ini masuk dalam pilar Lahan yaitu terkait dengan perumahan perkotaan, urbanisasi, pengembangan rest area, dan pengembangan pusat-pusat kota baru di luar Jawa.
Salah satu gagasan dalam pengembangan TOD ini adalah pemanfaatan rest area jalan tol sepanjang pulau Jawa untuk menampung UMKM yang terkena dampak pengembangan jalan tol. Dalam konsep ini, rest area yang berada di sepanjang jalan tol akan dikembangkan sebagai pusat perbelanjaan produk lokal dan juga tempat wisata.
Salah satu negara yang telah memanfaatkan rest area sebagai pusat ekonomi ini adalah Jepang dengan konsep Michi-no-Eki. Michi-no-Eki yang memiliki arti Stasiun Pinggir Jalan, merupakan fasilitas untuk istirahat di tepi jalan raya, didirikan oleh pemerintah kota/ desa yang terdaftar di Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Perhubungan dan Pariwisata Jepang (MLIT Japan).
Fungsi kawasan ini selain sebagai tempat istirahat pengguna jalan, juga menjadi pusat pengenalan produk lokal.
Di luar itu, konsep hunian berbasis TOD saat ini sedang dikembangkan di beberapa stasiun jalur kereta commuter line Jabodetabek dalam bentuk hunian rumah susun. Memang, konsep TOD ini baru dikembangkan setelah terbangunnya infrastruktur kereta commuter line, bukan sesuatu yang direncanakan sejak awal. Jika konsep TOD ini dirancang sejak awal dalam pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia, bukan tidak mungkin pengembangan kawasan dapat diperluas dan direncanakan lebih matang.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan TOD adalah pada aspek pemerataan kesempatan. Kawasan TOD harus memberikan suatu afirmasi kepada seluruh lapisan masyarakat baik bawah, menengah maupun atas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari kawasan tersebut. Hunian yang dibangun, pusat perbelanjaan, maupun perkantoran dan wisata harus menempatkan penduduk dan produk lokal sebagai prioritas. Dengan demikian, maka dampak pembangunan akan dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas.
Sumber: https://www.gatra.com/kolom-dan-wawancara/295896-pengembangan-tod-sebagai-daya-tarik-infrastruktur