Evaluasi PSN sebagai Wujud Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
- On 10/06/2018
Wahyu Utomo
Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Evaluasi terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) pada dasarnya adalah sebuah wujud tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dimana ada proses monitoring dan evaluasi terhadap hal-hal yang sudah direncanakan sebelumnya. Evaluasi ini juga menunjukkan bahwa pemerintah memiliki indikator yang jelas dan konsisten diterapkan dalam pemberian status suatu proyek sebagai PSN.
Beberapa waktu lalu pemerintah telah mengumumkan hasil evaluasi Proyek Strategis Nasional (PSN). Dari 245 proyek dan 2 program, terdapat 24 proyek yang telah dicabut statusnya sebagai PSN, dengan rincian 10 proyek selesai karena telah beroperasi dan 14 proyek mengalami stagnansi. Selain itu, pemerintah memasukan 1 proyek Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia dan 1 program pemerataan ekonomi. Sehingga saat ini pemerintah memiliki 222 Proyek Strategis Nasional ditambah 3 program dengan nilai investasi mencapai Rp. 4.100 Triliun.
Ini merupakan evaluasi kedua yang dilakukan pemerintah terhadap PSN setelah evaluasi tahun 2017 yang lalu. Proses evaluasi PSN yang dilakukan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) merupakan hal yang rutin dilakukan sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Perpres nomor 3/2016 jo Perpres nomor 58/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pasal 2 ayat 3 menyatakan bahwa PSN dapat diubah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KPPIP.
Hal yang patut dipahami adalah bahwa PSN pada dasarnya merupakan sebuah status yang disematkan pada suatu proyek yang dianggap strategis oleh pemerintah. Pasal 1 ayat 1 Perpres nomor 3/2016 menyatakan bahwa Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 pemerintah menargetkan beberapa capaian penyediaan infrastruktur diantaranya membangun 1.000 km jalan tol baru, 2.650 km jalan baru, 2.159 km kereta api perkotaan, 1.099 km kereta api antar kota, 15 bandara baru, 24 pelabuhan baru, 33 bendungan baru dan 30 PLTA, serta kilang minyak baru dengan kapasitas 2×300.000 barel. Tidak semua proyek infrastruktur tersebut masuk kategori PSN.
Untuk mendapatkan status PSN, suatu proyek bisa merupakan usulan penugasan Presiden/Wakil Presiden kepada Kementerian/Lembaga atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bisa juga merupakan usulan dari Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah yang bersifat bottom up. Tidak semua usulan proyek infrastruktur dapat langsung disetujui menjadi PSN. Semua usulan selanjutnya akan dikaji dan dianalisis oleh KPPIP sesuai dengan beberapa kriteria PSN yang ditetapkan.
Kriteria dasar suatu proyek dapat ditetapkan sebagai PSN adalah bahwa proyek tersebut harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selain itu proyek tersebut harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Jika lolos kriteria dasar, ada kriteria strategis dan kriteria operasional. Termasuk dalam kriteria strategis yakni bahwa proyek tersebut memiliki peran strategis atas perekonomian, kesejahteraan sosial, pertahanan dan kedaulatan nasional. Juga bahwa proyek tersebut memiliki keselarasan melengkapi berbagai sektor infrastruktur yang lain, misalnya infrastruktur pelabuhan terkait dengan infrastruktur jalan dan kereta api yang mendukung suatu kawasan ekonomi khusus.
Sementara kriteria operasional mencakup bahwa proyek tersebut harus memiliki studi kelayakan (feasibility study) yang berkualitas, nilai investasi diatas Rp 100 miliar, memiliki target konstruksi atau transaksi (financial close) di tahun 2019 dan yang lebih penting adalah adanya komitmen yang kuat dari Penanggung Jawab Proyek, apakah itu Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah.
Atas berbagai dasar kriteria itulah, evaluasi dilakukan oleh KPPIP setiap tahunnya. Pada tahun 2017 KPPIP melakukan evaluasi PSN yang ditetapkan pada tahun 2016. Hasilnya, dari 225 proyek dan 1 program yang tercantum dalam Perpres nomor 3/2016, sebanyak 35 proyek dicabut status PSN-nya, dengan rincian 20 proyek telah selesai dan 15 proyek mengalami stagnansi. Selain itu terdapat pemberian status PSN baru kepada 55 proyek dan 1 program, sehingga total menjadi 245 PSN dan 2 program yang dikukuhkan dalam Perpres nomor 58/2017.
Fungsi Manajemen Pemerintah Yang Baik
Semua proyek yang dicabut statusnya sebagai PSN (kecuali yang sudah selesai), mayoritas adalah PSN yang mengalami kebuntuan atau stagnan. Proyek-proyek tersebut tidak beranjak dari tahap penyiapan yang akhirnya diproyeksikan tidak dapat mencapai target perencanaan.
Beragam persoalan yang menyebabkan stagnansi tersebut. Namun faktor yang utama adalah tidak adanya champion, yakni penanggung jawab proyek yang dapat diandalkan atau memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan proyek yang dibuktikan dengan rencana aksi dan jadwal yang jelas. Champion disini bisa berasal dari pemerintah daerah, seperti gubernur, bupati, walikota atau kepala dinas terkait, atau berasal dari kementerian/lembaga. Tidak adanya champion menyebabkan tidak adanya pihak yang mengambil alih tanggung jawab untuk melaksanakan proyek.
Penyediaan suatu infrastruktur strategis jelas merupakan tanggung jawab bersama banyak pihak, bukan hanya pemerintah pusat. Banyak pihak yang terlibat dalam penyediaan suatu proyek, mulai dari pemerintah pusat melalui Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, BUMN, perusahaan kontraktor, investor, dll. Komitmen bersama dari semua pihak inilah yang dapat membuat suatu proses penyediaan proyek berjalan dengan lancar, mulai dari tahap penyiapan, tahap perizinan, tahap pembebasan lahan, tahap transaksi hingga tahap konstruksi dan operasionalisasi.
Bila sejak tahap penyiapan saja salah satu pihak sudah tidak memiliki komitmen, hal ini dapat menyebabkan proses penyediaan infrastruktur mengalami stagnansi. Akibatnya, proyek yang awalnya mendapat status PSN karena telah memenuhi berbagai kriteria, harus menelan pil pahit pencabutan status sebagai PSN saat dievaluasi.
Dengan hilangnya status sebagai PSN, maka proyek tersebut akan kehilangan berbagai fasilitas yang dimiliki PSN, seperti fasilitas perizinan dan non perizinan, pengaturan tata ruang, percepatan penyediaan lahan, pemberian jaminan pemerintah, pembiayaan, percepatan pengadaan barang dan jasa, pemantauan proyek, dan penyelesaian masalah dan hambatan.
Dengan demikian, pencabutan status PSN jelas merupakan suatu wujud tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dimana pemerintah telah melaksanakan fungsi manajemen pemerintahan yang baik mulai tahap perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan pengawasan (controlling).
Melalui mekanisme pengawasan dalam bentuk evaluasi rutin seperti ini diharapkan agar komitmen dan keseriusan semua pihak yang terlibat dalam proses penyediaan infrastruktur di Indonesia, dapat lebih meningkat. Inilah bentuk akuntabilitas pemerintah dalam menggunakan APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.