Tidak Ada Swastanisasi dalam Proyek Strategis
- On 14/05/2018
Evaluasi pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) sudah rampung. Hasilnya, pemerintah mengeluarkan 14 proyek infrastruktur senilai total Rp 264 triliun dari daftar PSN.
Dengan begitu, tersisa 222 proyek dan tiga program dalam daftar. Tapi, baru puluhan proyek saja yang rampung pembangunannya hingga tahun lalu. Bagaimana nasib sisa proyek dan program?
Pemerintah sudah menyelesaikan evaluasi pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, evaluasi itu merupakan kewajiban rutin yang harus pemerintah lakukan.
Ini untuk melihat perkembangan pelaksanaan proyek, apakah sesuai harapan atau tidak. Berangkat dari hasil evaluasi rutin itu, pemerintah akhirnya mencoret 14 proyek dari daftar PSN. Kenapa? Lalu, bagaimana strategi pemerintah menyelesaikan pembangunan proyek yang tersisa?
Wartawan Tabloid KONTAN Lamgiat Siringoringo mewawancarai Wahyu yang juga Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (24/4) lalu. Berikut nukilannya:
KONTAN: Apa yang menjadi alasan utama dari pencoretan 14 proyek dari daftar?
WAHYU: Ada beberapa kriteria proyek yang bisa masuk dalam daftar PSN, yaitu kriteria dasar, strategis, operasional, dan dukungan yang jelas.
Kriteria dasar dan strategis mencakup kesesuaian proyek dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Selain itu, proyek juga harus memiliki nilai strategis dan berdampak bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, dan kedaulatan nasional.
Untuk kriteria operasional dan championing, konstruksi proyek itu harus sudah mulai dikerjakan paling lambat sebelum kuartal ketiga tahun 2019, atau setidaknya mencapai financial close sebelum kuartal III-2019 untuk proyek dengan skema kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU). Proyek-proyek ini yang dicoret, konstruksinya tidak bisa dimulai sebelum kuartal III-2019.
KONTAN: Memang, apa masalahnya sehingga konstruksi proyek itu tidak bisa berjalan mulai kuartal III-2019?
WAHYU: Misalnya, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Merauke yang dikeluarkan dari daftar PSN. Proyek itu harus ada perbaikan lagi untuk masterplan-nya.
Kemudian, tanah yang dipakai sebagai sumber pangan yang akan diolah di KEK Merauke juga belum siap. Hitung-hitungannya, KEK ini tidak mungkin dimulai di kuartal ketiga tahun depan.
Lalu untuk proyek mass rapid transit (MRT) koridor Timur–Barat, sekarang lagi dibuat kajiannya, belum selesai. Termasuk juga masih dicari untuk dana pinjamannya, meski sekarang sudah diproses. Besaran loan-nya, kan, menunggu kajian. Oleh karena itu, konstruksinya pun tidak bisa dimulai di kuartal ketiga 2019.
Lalu, proyek Bandara Sebatik di Kalimantan Utara. Sebenarnya, jaraknya dekat dengan Bandara Nunukan. Dari demand yang ada, masih bisa dilayani di Bandara Nunukan. Makanya, teman-teman di Kementerian Perhubungan melihatnya belum perlu dibangun Bandara Sebatik untuk saat ini.
KONTAN: Tapi, semua proyek ini tetap dibangun?
WAHYU: Masih akan dibangun. Namun, kami melihat, tidak harus mulai konstruksinya di kuartal III-2019. Makanya, kami keluarkan dari daftar.
KONTAN: MRT koridor Timur–Barat yang dicoret tidak akan mengganggu proyek MRT koridor Utara–Selatan?
WAHYU: Tidak mengganggu. Yang koridor Utara–Selatan tetap akan berjalan.
KONTAN: Tapi, apakah proyek MRT koridor Timur–Barat bisa berjalan di 2019?
WAHYU: Belum bisa. Studinya saja baru bisa selesai di 2019. Setelah itu baru berjalan proses pendanaan dan lainnya.
KONTAN: Perkembangan proyek yang masih dalam daftar PSN bagaimana?
WAHYU: Untuk yang selesai pembangunannya di 2016 ada 20 proyek. Lalu, yang kelar konstruksinya pada 2017 sebanyak 10 proyek. Jadi, total yang sudah rampung ada 30 proyek.
Kami perkirakan, ada tambahan proyek yang selesai di 2018 sebanyak 13 proyek. Kemudian di 2019 ada 25 proyek lagi yang selesai. Jadi secara kumulatif, ada 68 proyek yang selesai sampai 2019 mendatang.
Di kuartal III-2019, kami memperkirakan, ada 94 proyek, satu program ketenagalistrikan, dan satu program pemerataan ekonomi yang mulai konstruksi dan beberapa beroperasi.
Lalu, sebanyak 87 proyek dan industri pesawat yang masuk dalam konstruksi, tapi belum beroperasi. Dan, ada tiga proyek lagi diharapkan dalam tahap akhir transaksi dan bisa mulai konstruksi di kuartal III-2019.
KONTAN: Secara umum, apa saja yang menjadi hambatan dari proyek strategis itu?
WAHYU: Masalah pertama adalah persiapan proyek dari awal. Yang kedua ialah masalah tanah. Memang, ini menjadi pekerjaan rumah untuk menyiapkan proyeknya dulu.
KONTAN: Hambatan tanah persisnya seperti apa?
WAHYU: Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, kan, dikenal musyawarah. Tetapi, ada saja masyarakat yang tidak mau pindah. Makanya, kami harus masuk hingga ke pengadilan. Ini, kan, jelas menghambat.
Hal-hal ini lah yang masih sering dihadapi dalam proyek-proyek kita. Seharusnya, bisa lebih cepat, tapi jadi tertunda gara-gara masalah tanah. Ada masyarakat yang ingin harganya lebih tinggi. Bayangkan, jika proses di pengadilan harus sampai ke Mahkamah Agung (MA). Ini sesuai undang-undang, prosesnya memang lebih panjang.
KONTAN: Apakah bank tanah bisa menyelesaikan masalah pengadaan tanah?
WAHYU: Belum tentu. Bayangkan, untuk membebaskan lahan buat jalan tol, prosesnya cukup panjang. Tapi, mungkin bank tanah bisa saja ikut membantu. Contohnya, untuk membangun jalan tol, ada masyarakat yang harus dipindah.
Bank tanah bisa membantu, misalnya, untuk rumah susun. Masyarakat yang kena gusur bisa pindah ke rumah susun. Ini baru bisa. Tapi, tidak semua masalah tanah dari proyek infrastruktur bisa selesai lewat bank tanah.
KONTAN: Berapa, sih, total kebutuhan anggaran untuk membiayai seluruh PSN?
WAHYU: Kebutuhan total Rp 4.092 triliun. Dari APBN hanya bisa Rp 423 triliun, BUMN dan BUMD Rp 1.255 triliun, dan swasta Rp 2.414 triliun.
KONTAN: Ada yang bilang, pembangunan infrastruktur membuat swastanisasi di proyek strategis pemerintah. Tanggapan Anda?
WAHYU: Tidak ada swastanisasi. Kalau pakai istilah swastanisasi, pengertiannya ada yang pindah. Di PSN ada skema KPBU, aset tetap ada di kita. Cuma pengelolaannya saja yang ada di tangan swasta.
KONTAN: Hanya efeknya, tarif tol menjadi mahal?
WAHYU: Kalau soal tol, pada awal studi ada kemampuan masyarakat membayar tol. Dengan dasar ini, maka tarif ditentukan. Jadi, tari tol kemahalan atau tidak, itu relatif.
Sebenarnya, sudah dihitung dalam studi kelayakan proyek tol. Dari situ kelihatan hitungannya.
Namun, mungkin pemerintah melihat lalu lintas kendaraan yang masuk di ruas tol tersebut tidak terlalu tinggi. Sebab, setelah proyek itu selesai, bisa jadi tidak berjalan sesuai hasil studi kelayakan.
Makanya, pemerintah mungkin memberikan stimulasi agar lalu lintas kendaraannya bisa naik. Tetapi, penurunan tarif tol untuk angkutan logistik, kan, masih dikaji Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
KONTAN: Dengan sudah ada puluhan proyek yang selesai dan masih tahap konstruksi, apakah sudah terlihat dampak keekonomiannya?
WAHYU: Dampak yang langsung adalah ke tenaga kerja, lalu penjualan bahan bangunan juga naik karena banyak terpakai untuk konstruksi. Tapi dampak lainnya, semua infrastruktur tidak bisa dihitung secara langsung.
Tidak bisa dihitung sesaat proyek itu sudah selesai atau saat berjalan. Soalnya, pasti akan berubah dampaknya dan meningkat. Jadi sekarang, cuma bisa dilihat ke penyerapan tenaga kerja dan peningkatan bahan bangunan.
KONTAN: Jadi, belum ada hitungan soal dampak keekonomian dari PSN?
WAHYU: Terus terang, kami tidak hitung. Mungkin kami bisa mulai hitung di tahun ini. Karena, hingga kini proyek yang selesai masih sedikit. Akhir tahun nanti akan coba kami hitung, bagaimana dampaknya.
KONTAN: Belakangan, kan sering terjadi kecelakaan kerja konstruksi. Ini gara-gara pembangunannya dikebut?
WAHYU: Ini hanya masalah standar operasional kerja saja yang bermasalah dan belum dijalankan. Yang disebut percepatan, bukannya prosesnya dipercepat. Masa konstruksi tetap sesuai prosedur.
Kalau bicara semen keras, itu harusnya tujuh hari. Bukan karena percepatan maka dianggap tiga hari sudah bisa keras. Bukan seperti itu, tetap harus tujuh hari.
SOP-nya harus dilihat lagi. Itu tetap harus dilakukan.
Percepatan hanya prosesnya. Proyek, kan, ada tahap persiapan, lalu konstruksi. Dulu, tahap persiapannya bisa bertahun-tahun. Itu yang dipercepat.
? Biodata
Riwayat pendidikan:
? Sarjana Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB)
? Master Regional Science Cornell University, AS
? Doctor of Philosophy (PhD) Cornell University, AS
Riwayat pekerjaan:
? Pimpinan Proyek Program Air Bersih Kementerian Pekerjaan Umum
? Pimpinan Proyek Program Pembangunan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum
? Sekretaris Penyehatan PDAM
? Kepala Bidang Desentralisasi Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
? Sekretaris Tim Pembiayaan Investasi Pembangunan Infrastruktur Jalan Tol (DIIJT)
? Wakil Ketua Tim Teknis Pencadangan Tanah
? Asisten Deputi Urusan Perumahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
? Anggota Tim Pengembang Kawasan Suramadu
? Sekretaris II Tim Teknis Pembangunan Rumah Susun
? Kepala Program Divisi Integrasi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
? Ketua Tim Pelaksana Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus
? Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pembangunan Daerah
? Deputi Percepatan Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah
? Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP)