Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,73 persen per September 2015 masih jauh dari harapan, terutama karena Indonesia membutuhkan pertumbuhan minimal 7 persen agar dapat menjadi negara maju pada tahun 2025. Dengan menganut semangat percepatan, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya dalam rangka mendorong investasi untuk beragam sektor terkait infrastruktur. Perbaikan dalam regulasi, fiskal, dan kelembagaan telah dilakukan guna mendorong pencapaian milestones proyek prioritas.

Penyediaan infrastruktur di Indonesia berjalan lambat karena adanya kendala di berbagai tahapan proyek, mulai dari penyiapan sampai implementasi. Secara keseluruhan, lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan seringkali mengakibatkan mundurnya pengambilan keputusan. Pada tahap penyiapan, terdapat masalah akibat lemahnya kualitas penyiapan proyek dan keterbatasan alokasi pendanaan. Selanjutnya, proyek sering terkendala masalah pengadaan lahan yang berakibat pada tertundanya pencapaian financial close untuk proyek KPBU. Selain itu, dari sisi pendanaan sering muncul masalah terkait tidak tersedianya dukungan fiskal dari Pemerintah akibat ketidaksesuaian atau ketidaksepakatan atas pembagian risiko antara Pemerintah dan Badan Usaha. Selain dukungan fiskal, keterbatasan jaminan Pemerintah yang dapat diberikan pada proyek infrastruktur juga menurunkan minat investasi di Indonesia.

Guna menanggulangi hambatan-hambatan tersebut, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah perbaikan dari sisi regulasi, fiskal dan kelembagaan. Pada tahun 2014 Pemerintah telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk memimpin koordinasi percepatan infrastruktur prioritas dan mendorong peningkatan kualitas penyiapan proyek melalui Panduan OBC. Langkah perbaikan ditunjang dengan berkembangnya kapasitas Kementerian PPN / Bappenas dalam memberikan fasilitas penyiapan proyek, serta dilanjutkan oleh PPP Unit di Kementerian Keuangan dengan memberikan Project Development Fund (PDF) dan Transaction Advisory untuk proyek KPBU, sehingga diharapkan agar investor tertarik untuk mendanai proyek.

Di luar hal di atas, untuk menangani kendala pengadaan tanah, telah diterbitkan Undang-Undang No. 2 tahun 2012 untuk percepatan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Peraturan tersebut dilengkapi dengan peraturan turunan yang telah direvisi sesuai kebutuhan.

Mengingat dukungan Pemerintah sangat penting untuk menarik investasi Badan Usaha, Pemerintah telah menerbitkan peraturan terkait pemberian VGF dan pembayaran ketersediaan layanan /availability payment. Untuk melengkapi dukungan Pemerintah tersebut, pemberian penjaminan Pemerintah telah diperluas sehingga dapat diberikan kepada BUMN yang mendapatkan penugasan pembangunan infrastruktur.

 

perkembangan_dukungan_infrastruktur
Perkembangan dukungan untuk infrastruktur di Indonesia.
 Di tahun 2015, Pemerintah telah giat menyusun dan menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi yang mencakup perbaikan kebijakan dan peraturan untuk mendorong perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya perumusan Peraturan Presiden tentang Proyek Strategis Nasional dan Peraturan Presiden tentang Pengembangan dan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Dalam sisi kebijakan fiskal, Pemerintah telah menyediakan fasilitas direct lending ke BUMN dan fasilitas availability payment dari APBN yang diharapkan dapat meningkatkan kelayakan proyek. Selain itu, perbaikan di sisi kelembagaan dapat dilihat dengan adanya peleburan antara PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dengan Pusat Investasi Pemerintah disertai dengan pengembangan mandat PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)

Meskipun upaya-upaya Pemerintah tersebut telah memberikan dampak positif untuk penyediaan infrastruktur dan menarik investasi Badan Usaha, perlu disadari bahwa perbaikan lebih lanjut dari sisi regulasi, fiskal, dan kelembagaan masih sangat dibutuhkan.

A. Perkembangan Perbaikan Regulasi untuk Mendukung Proyek Infrastruktur

Berikut merupakan ringkasan dari upaya–upaya perbaikan regulasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia selama tahun 2015 dalam rangka menciptakan iklim percepatan penyediaan infrastruktur di Indonesia:

perkembangan_perbaikan_regulasi

Peraturan yang masih tahap finalisasi:

  • Revisi Perpres No. 75/2014
  • Perpres tentang Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan


Paket Kebijakan Ekonomi

Pemerintah telah mengeluarkan 8 paket kebijakan ekonomi sejak 9 September 2015 hingga 21 Desember 2015 lalu. Kedelapan paket ekonomi ini bertujuan untuk mengatur kembali regulasi Indonesia yang menghambat pertumbuhan ekonomi (deregulasi), mengatur kembali birokrasi Indonesia, dan memberikan inisiatif kemudahan sehingga iklim investasi dan perekonomian di Indonesia menjadi kondusif dan menguat.

Penjelasan tentang setiap Paket Kebijakan Ekonomi dan dampak positif yang diharapkan adalah sebagai berikut :

Paket Kebijakan Ekonomi I
Deregulasi 165 peraturan, mempercepat birokrasi perizinan terkait pengadaan lahan dan izin lainnya untuk proyek infrastruktur, memperkuat kepastian hukum untuk kepemilikan lahan, serta memperjelas tata cara dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur perizinan.

Paket Kebijakan Ekonomi II
Mempermudah layanan dalam pemberian izin investasi di kawasan industri, memangkas durasi untuk mengurus tax allowance dan tax holiday dan menghapus pungutan PPN untuk alat transportasi. .

Paket Kebijakan Ekonomi III
Menurunkan harga BBM, gas dan tarif dasar listrik bagi industri dan menyederhanakan izin pertanahan untuk kepentingan investasi.

Paket Kebijakan Ekonomi IV
Memperbaiki sistem ketenagakerjaan serta sistem pendapatan yang meningkat setiap tahunnya dan memberikan kebijakan terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih luas dan terjangkau.

Paket Kebijakan Ekonomi V
Memberikan insentif berupa keringanan pajak dan revaluasi aset perusahaan dan BUMN serta individu untuk membuat sistem ekonomi dan investasi yang lebih transparan dan efisien.

Paket Kebijakan Ekonomi VI
Memberikan insentif berupa kemudahan investasi daerah KEK, regulasi sumber daya air dan proses perizinan yang cepat (paperless).

Paket Kebijakan Ekonomi VII
Memberikan keringanan pada industri padat karya, di mana PPh 21 menjadi tanggungan perusahaan.

Paket Kebijakan Ekonomi VIII
Kebijakan satu peta, mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri dan memberikan insentif bagi perusahaan jasa pemeliharaan.

Peraturan Presiden Tentang Proyek Strategis Nasional (PSN)

Meskipun pemerintah di tingkat pusat telah mengeluarkan kebijakan yang positif tentang infrastruktur, pelaksanaannya seringkali terhambat oleh kendala di lapangan. Mengingat penyediaan infrastruktur perlu dilakukan tepat waktu dibutuhkan pemberian fasilitas tambahan dalam rangka mempercepat pembangunan proyek yang dianggap memiliki kepentingan strategis nasional. Fasilitas yang diberikan adalah keistimewaan dalam perizinan dan non-perizinan, pengadaan pemerintah, pengadaan tanah, kandungan lokal, debottlenecking, tata ruang, dan jaminan pemerintah. Peraturan Presiden ini melampirkan daftar proyek yang dapat menerima fasilitas dan keistimewaan sebagaimana diatur dalam batang tubuh peraturan. KPPIP berperan dalam memilih proyek strategis nasional yang dilakukan dengan berkonsultasi dengan kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang menjadi penanggung jawab proyek. Daftar tersebut terdiri dari 225 proyek dan 1 program ketenagalistrikan.

Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional telah diterbitkan pada bulan Januari 2016.

Revisi Peraturan Presiden Tentang Penugasan Hutama Karya untuk Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015 yang merupakan revisi dari Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014, terdapat 24 ruas jalan tol dari Bakauheni hingga Banda Aceh yang akan diadakan dalam rangka mempercepat pembangunan jalan tol di Sumatera. Pembangunan tahap pertama diprioritaskan terhadap 8 ruas jalan tol, yang meliputi 4 ruas yang diatur pada Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014, yaitu ruas Jalan Tol Medan – Binjai, Palembang – Simpang Indralaya, Pekanbaru – Dumai, dan Bakauheni – Terbanggi Besar, dan 4 ruas jalan tol tambahan, yaitu ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang, Pematang Panggang – Kayu Agung, Palembang – Tanjung Api-api,
dan Kisaran – Tebing Tinggi. Prioritas pengusahaan tahap berikutnya ditetapkan oleh Menteri PUPR berdasarkan hasil evaluasi.

Pemerintah menugaskan pengusahaan jalan tol Trans Sumatera yang disebutkan sebelumnya kepada PT Hutama Karya (Persero) dimana penugasan mencakup pelaksanaan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan, dengan masa konsesi selama 40 tahun. Dalam pelaksanaannya, pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan tol ini dilakukan paling lambat pada akhir tahun 2019.

Peraturan Presiden Tentang No.146 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri

Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VIII dan dalam rangka mendukung proyek prioritas KPPIP, yaitu pembangunan kilang minyak dalam negeri, maka telah dikeluarkan Peraturan Presiden No. 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.

Peraturan ini menjadi panduan pelaksanaan dan upaya percepatan yang dapat dilakukan jika proyek kilang minyak akan dilakukan oleh Pemerintah dengan skema KPBU atau penugasan, dan Badan Usaha. Selain itu, Peraturan Presiden juga memberikan ruang kepada PT Pertamina untuk menjadi PJPK apabila proyek menggunakan skema KPBU. Selanjutnya, Peraturan Presiden juga mengatur tentang insentif yang dapat diberikan oleh Pemerintah Indonesia dan pihak yang bertindak sebagai pembeli bahan bakar (offtaker).

Peraturan Kepala LKKP No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur membutuhkan beberapa peraturan turunan untuk mendukung implementasi KPBU di Indonesia, yaitu peraturan terkait pembayaran ketersediaan layanan (availability payment) dan pengadaan badan usaha pelaksana.

Sebagai tindak lanjut, telah diterbitkan Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pada September 2015 yang mengatur pengadaan Badan Usaha penyiapan dan Badan Usaha pelaksana proyek KPBU.

Dalam pengadaan badan usaha pelaksana, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha yang akan menjadi mitra kerjasama bagi PJPK untuk melaksanakan proyek KPBU. Untuk pemilihannya, dapat dilakukan metode lelang dengan prakualifikasi atau penunjukan langsung. Penunjukan langsung dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu. Dengan adanya penunjukan langsung diharapkan kegagalan lelang dapat dimitigasi dan proses pengadaan dapat dipercepat.

Dalam pengadaan badan usaha penyiapan, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang dipilih melalui kesepakatan atau seleksi untuk melakukan pendampingan, penyiapan, atau transaksi KPBU.

Dukungan Yang Diberikan KPPIP untuk Penyusunan dan Revisi Peraturan

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, KPPIP memiliki mandat untuk melakukan pendampingan, memfasilitasi, mengoordinasikan, memberikan rekomendasi perubahan dan/atau penerbitan baru peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk percepatan penyediaan infrastruktur, termasuk menyelesaikan hambatan yang timbul dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan mandat yang diberikan, beberapa kegiatan dilakukan oleh KPPIP untuk menyusun dan merevisi peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur.

No. Regulasi Deskripsi
1. Perubahan Peraturan Presiden No.75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
  • Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 telah menetapkan keanggotaan KPPIP. Dalam perkembangannya terdapat intansi lain yang perlu diikutsertakan dalam KPPIP, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  • Selain itu juga diperlukan penguatan operasional KPPIP dalam hal pengadaan barang dan jasa, terutama untuk pembentukan panel konsultan.
  • Untuk mengakomodasi upaya percepatan penyediaan infrastruktur prioritas, Perpres No. 75/2014 perlu direvisi.
2.

Keputusan Ketua KPPIP untuk membentuk Tim Kerja (Timja) Percepatan Pengadaan Tanah

Meskipun UU No. 2 Tahun 2012 telah diterbitkan, pengadaan tanah tetap merupakan masalah terbesar yang memperlambat proyek infrastruktur. Kendala – Kendala yang teridenti kasi antara lain :

(1) Kesenjangan informasi antara Penanggung Jawab Proyek dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait lokasi dan rencana pengadaan tanah;
(2) Kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan jika terdapat kendala dalam pengadaan tanah; dan (3) Tidak adanya pemantauan dan sinkronisasi pengalihan lahan pemerintah/BUMN/BUMD untuk kepentingan umum.

Oleh karena itu, KPPIP bermaksud membentuk Timja Percepatan Pengadaan Tanah untuk menyelesaikan kendala- kendala di atas serta memberikan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan untuk percepatan.

3

Penerbitan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Pemerintah berencana untuk membangun 35.000 MW pembangkit listrik sampai dengan 2019. Seluruh proyek di dalam RUPTL, termasuk proyek yang dikembangkan oleh PT PLN sendiri maupun proyek yang dikerjasamakan dengan swasta, tercakup dalam Peraturan Presiden ini.

B. Perkembangan Kebijakan Fiskal

Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment)

Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU memberikan landasan hukum atas pembayaran ketersediaan layanan (availability payment). Availability payment adalah pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada badan usaha atas tersedianya layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan kriteria yang telah ditentukan dalam kontrak KPBU. Availability payment diharapkan dapat meningkatkan kelayakan proyek untuk menarik minat investor.

Pada bulan Oktober 2015, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.08/2015 untuk mengatur mekanisme pembayaran availability payment yang bersumber dari APBN. Selanjutnya akan disusun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk mengatur mekanisme pembayaran availability payment dari dana APBD.

Jaminan Pemerintah untuk Pinjaman Langsung (Direct Lending)

Sebelumnya, penjaminan proyek masih berfokus kepada skema KPBU atau APBN/APBD saja. Akan tetapi, pemerintah telah mengembangkan penjaminan untuk proyek yang menerima pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2015.

Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.08/2015, maka cakupan proyek yang dapat menerima jaminan pun diperluas dengan mengikutsertakan proyek yang ditugaskan kepada BUMN melalui Peraturan Presiden atau kepemilikannya 100% milik pemerintah.

Dana Penyiapan Project (Project Development Fund)

Saat ini, implementasi skema pendanaan KPBU masih terbatas karena belum siapnya keahlian dan pendanaan khusus untuk penyiapan proyek yang berkualitas sebagaimana dibutuhkan untuk kesuksesan proyek KPBU. Mengingat pentingnya skema KPBU untuk meningkatkan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur, Kementerian Keuangan telah membentuk Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PPP Unit) untuk memberikan bantuan teknis dan pendanaan sebagaimana telah dimandatkan dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014. Fasilitas ini dibiayai melalui Dana Penyiapan Proyek yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015.

C. Perkembangan Terkait Kelembagaan

Penambahan Modal Kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI)

Pada Desember 2015, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 232/PMK.06/2015 tentang Pelaksanaan Pengalihan Investasi Pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Perusahaan Perseroan Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang menjadi dasar penambahan modal PT SMI sebesar Rp 18,4 Triliun. Sebelum penambahan modal tersebut, penyertaan modal Pemerintah di PT SMI hanya terbatas pada Rp 2 Triliun.

Bersama dengan PMN tersebut, PT SMI telah mengembangkan perannya menjadi pusat pembiayaan infrastruktur di Indonesia dengan kapasitas untuk memberikan pendanaan kepada BUMN, BUMD, dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan infrastruktur.

Pengembangan Fasilitas PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)

Pemberian penjaminan Pemerintah merupakan salah satu faktor penting untuk menarik investasi pada proyek. Akan tetapi, penjaminan selama ini hanya dapat diberikan pada proyek dengan skema KPBU.
Melalui penerbitan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2015 tentang Jaminan Pemerintah Pusat atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada BUMN, maka cakupan proyek yang dapat memperoleh jaminan pun diperluas. Penjaminan ini dapat diberikan kepada BUMN dimana modal atau kepemilikan saham seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah. Pemberian jaminan juga diberikan kepada BUMN yang telah diberikan penugasan melalui Peraturan Presiden. Oleh karena itu, jumlah proyek yang dapat diberikan penjaminan oleh PT PII pun dapat bertambah.

Dengan adanya perbaikan dan inisiatif baru yang dilakukan Pemerintah dalam kebijakan regulasi, skal, dan kelembagaan, diharapkan agar kendala yang dihadapi dalam penyediaan infrastruktur dapat diatasi sehingga keputusan percepatan yang dilakukan di tingkat pemerintah pusat dan daerah dapat segera terlaksana.